"the spirit of friendship will kill fear ...... "

Saturday, December 1, 2012

Sepenggal Kisah Pattimura



Kapitan Pattimura (lahir di Negeri Haria, Porto, Pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783 – Meninggal di Ambon, Maluku 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun) atau dikenal dengan nama Thomas Matulessy atau Thomas Matulessia, adalah Pahlawan Indonesia. Ia adalah putra Frans Matlessia dengan Fransina Silahoi. Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarir dalam militer sebagai mantan Sersan militer Inggris.
Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaan kepada pihak Belanda dan kemudian Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli atas tanah (Landrenta), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten) serta mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahukku pemindahan korps Ambon dengan gubernur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer ini dipaksakan kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata dibawah pimpinan Thomas Matulessy yang kapitan Pattimura, maka pada waktu perang aceh melawan penjajah Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata dibawah pimpinan Thomas Matulessy yang diberi gelar Kapitan Pattimura pada waktu perang Aceh melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-Raja Patih, Para Kapitan, Tua-Tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin Panglima Perang karena memiliki sifat-sifat ksatria (Kabaresi).
Sebagai Panglima perang, Thomas Matulessy mengatur strategi perang bersama para pembantunya. Sebagai pemimpin, Ia berhasil mengkoordinir Raja-Raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan benteng-benteng pertahanan. Kewibaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh Raja-Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda, Ia juga menggalang persatuan dengan Kerajaan Ternatee dan Tidore, Raja-Raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirim Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal, untuk menghadapi Pattimura.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darata dan di laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu para Panglimanya, antara lain, Melchior Kesaulija, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina, dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan Jazirah Hatawano, Ouw-Ulath, Jazirah Hitu, dan Seram Selatan. Para tokoh pejuang akhirnya ditanggap dan mengakhiri perjuangannya di tiang gantung pada tanggal 16 Desember 1817 di Kota Ambon.

Dikumpulkan oleh: Suhirma Rahayaan

No comments:

Post a Comment