"the spirit of friendship will kill fear ...... "

Saturday, December 1, 2012

MALUKU



MALUKU memiliki nama asli “Jazirah al-Mulk yang artinya kumpulan/semenanjung kerajaan yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil. Maluku dikenal dengan kawasan Seribu Pulau serta memiliki keanekaragaman sosial budaya dan kekayaan alam yang melimpah. Orang Belanda menyebutnya The Three Golden from East (Tiga Emas dari Timur), yakni Ternate, Banda dan Ambon. Sebelum kedatangan Belanda, penulis dari Portugis, Tome Pirez menulis buku Summa Oriental yang telah melukiskan tentang Ternate, Ambon dan Banda sebagai The Spice Island. Pada masa lalu, wilayah Maluku dikenal sebagai penghasil rempah-rempah seperti cengkeh dan pala. Cengkeh adalah rempah-rempah purbakala yang telah dikenal dan digunakan ribuan tahun sebelum masehi. Pohonnya sendiri merupakan tanaman asli Kepulauan Maluku (Ternate dan Tidore), yang dahulu dikenal oleh para penjelajah sebagai Spice Island. Pada 4000 tahun lalu di kerajaan Mesir, Fir’aun dinasti ke-12,Sesoteris III. Lewat data arkeolog mengenai transaksi Mesir dalam mengimpor dupa,kayu eboni,kemenyan,gading dari daratan misterius tempat ”Punt” berasal. Meski dukungan arkeologis sangat kurang , negeri “Punt” dapat diidentifikasi setelah Giorgio Buccellati menemukan wadah yang seperti cengkih di Efrat tengah. Pada masa1700 SM itu, cengkih hanya terdapat di kepulauan Maluku,Indonesia. Pada abad pertengahan (sekitar 1600 Masehi) cengkih pernah menjadi salah satu rempah yang paling popular dan mahal di Eropa melebihi harga emas.

Dikumpulkan oleh :
Novitasari A. Tuwilay

Sepenggal Kisah Pattimura



Kapitan Pattimura (lahir di Negeri Haria, Porto, Pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783 – Meninggal di Ambon, Maluku 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun) atau dikenal dengan nama Thomas Matulessy atau Thomas Matulessia, adalah Pahlawan Indonesia. Ia adalah putra Frans Matlessia dengan Fransina Silahoi. Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarir dalam militer sebagai mantan Sersan militer Inggris.
Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaan kepada pihak Belanda dan kemudian Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli atas tanah (Landrenta), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten) serta mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahukku pemindahan korps Ambon dengan gubernur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer ini dipaksakan kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata dibawah pimpinan Thomas Matulessy yang kapitan Pattimura, maka pada waktu perang aceh melawan penjajah Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata dibawah pimpinan Thomas Matulessy yang diberi gelar Kapitan Pattimura pada waktu perang Aceh melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-Raja Patih, Para Kapitan, Tua-Tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin Panglima Perang karena memiliki sifat-sifat ksatria (Kabaresi).
Sebagai Panglima perang, Thomas Matulessy mengatur strategi perang bersama para pembantunya. Sebagai pemimpin, Ia berhasil mengkoordinir Raja-Raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan benteng-benteng pertahanan. Kewibaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh Raja-Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda, Ia juga menggalang persatuan dengan Kerajaan Ternatee dan Tidore, Raja-Raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirim Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal, untuk menghadapi Pattimura.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darata dan di laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu para Panglimanya, antara lain, Melchior Kesaulija, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina, dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan Jazirah Hatawano, Ouw-Ulath, Jazirah Hitu, dan Seram Selatan. Para tokoh pejuang akhirnya ditanggap dan mengakhiri perjuangannya di tiang gantung pada tanggal 16 Desember 1817 di Kota Ambon.

Dikumpulkan oleh: Suhirma Rahayaan